Minggu, 07 Desember 2014

BERAS JAMBI

Salah satu upaya dalam rangka meningkatkan daya saing pemasaran beras di Provinsi Jambi adalah dengan mempatenkan merk/label beras. Mulai tahun 2010, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi bersama dengan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota memfasilitasi pendaftaran label/packing beras Jambi sebanyak 13 (tiga belas) merek beras. Hingga saat ini, sebanyak 11 (sebelas) merek dagang yang sudah dipatenkan, sedangkan 2 (dua) merek beras sedang dalam proses pendaftaran hak paten. Diharapkan dari upaya tersebut memberikan peluang pemasaran beras Jambi yang lebih luas untuk menuju Jambi Emas 2015.


Pemasaran Beras di Provinsi Jambi
Permasalahan yang sering ditemukan produsen beras dalam meningkatkan daya saing beras lokal adalah:
Pada umumnya produksen lokal belum berani melakukan branding dan labeling produk beras yang mereka hasilkan dikarenakan tidaj ada permintaan pedagang.
Rendahnya pengetahuan produsen beras lokal dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk beras yang dihasilkan ( label, registrasi merk, dan produk)
Packaging dan labeling yang ada saat ini belum sesuai ketentuan (brand Jambi, varietas beras yang dikemas, No registrasi dll) Mutu beras yang dikemas belum memenuhi standar beras yang diperdagangkan (produk yang dikemas campuran/tidak dengan tingkatan kwalitas tertentu).


KELEBIHAN BERAS JAMBI

Beras Jambi tidak kalah kualitas rasanya dari beras produk luar (merek yang ada di pasaran). Ada 2 (dua) pilihan rasa : pulen atau pera sesuai dengan rasa yang diinginkan, sedangkan harga relatif lebih murah dibandingkan harga beras luar dengan kualitas yang sama Beras Jambi adalah beras yang dihasilkan dari budidaya padi di daerah Jambi,  masih baru, setelah panen dan proses penggilingan, langsung dipasarkan, sehingga tidak mengalami penyimpanan yang lama di gudang dibandingkan beras dari luar daerah. Beras Lokal murni tanpa campuran, tanpa bahan pengawet dan tanpa pemutih, sehingga sehat untuk dikonsumsi keluarga.

                 
                   

                   


Outlet:
PASAR MODERN KEBON HANDIL
Jl. DI.Panjaitan No.11 Simpang Jeluthung Kebun Handil.Jambi

IKAN BOTIA

PENGEMBANGBIAKAN IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus Bleeker) SECARA BUATAN (Induced breeding)

Ikan botia ( Chromobotia macracanthus ) merupakan ikan alam asli Indonesia yang berasal dari Sungai Barito, Kalimantan Selatan dan Sungai Batanghari, Jambi, memiliki bentuk tubuh yang indah dengan punggung agak membungkuk sehingga tampak seperti pesawat tempur, warna tubuh kuning cerah dengan 3 (tiga) garis lebar atau hitam lebar.  Ikan botia menjadi primadona ekspor ikan hias sampai saat ini. Harga satu ekor ikan dengan ukuran 5 cm mencapai 13 euro (183 ribu) di pasaran Eropa.  Tetapi di Indonesia sendiri, ikan itu dijual ke petani dengan harga sekitar Rp. 6.000 – 10.000/ekor.
Di habitat aslinya, ikan botia hidup  pada air mengalir di sungai-sungai.  Oleh karena itu, disarankan agar dilengkapi dengan arus buatan untuk pemeliharaan dalam akuarium.  Botia toleran terhadap selang parameter air yang luas. Sedangkan di habitatnya mereka hidup pada selang pH 6 – 7,5, kesadahan 8 – 12 dH dan suhu 24 – 26 °C. 
Ketersediaan benih ikan botia masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Hasil tangkapan setiap tahunnya berfluktuasi, tergantung pada musim dan cenderung menurun.  Hal ini karena botia belum dapat ditangkarkan dan produksinya masih mengandalkan tangkapan dari alam. Adapun domestikasi ikan ini dalam penerapan teknologi masih skala laboratorium.  Oleh karena itu diperlukan teknologi pembenihan yang dapat langsung diterapkan di lapangan sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan plasma nutfah ikan asli Indonesia serta memenuhi permintaan konsumen ikan hias.
Pengembangbiakan ikan dengan cara buatan umumnya telah berkembang pada ikan-ikan konsumsi sementara pada ikan-ikan hias yang ukurannya lebih kecil masih minim diaplikasikan. Pengembangan usaha pengembangbiakan ikan botia secara buatan (induced breeding) dapat diterapkan guna menyediakan benih-benih ikan hasil budidaya.  Keberhasilan ini, selain mendatangkan keuntungan ekonomi, secara tidak langsung juga dapat mengurangi penangkapan ikan botia di alam. Teknologi pembenihan dan pemeliharaan ikan botia perlu dikuasai dan disosialisasikan kepada masyarakat luas agar semakin banyak pihak yang terlibat dalam pengembangbiakan ikan ini.
1. Pematangan gonad induk ikan
Dalam penentuan standar induk ikan hias botia yang siap memijah digunakan berdasarkan ukuran panjang dan berat induk ikan matang gonad. Induk betina ikan botia  minimal telah mencapai matang gonad pada ukuran 16 cm atau berat mencapai 100 gram dan induk jantan mencapai ukuran 14 cm atau berat mencapai 40 gram.
Pemeliharaan induk botia dilakukan pada wadah akuarium atau fiberglas dengan kepadatan 6 – 8 ekor /m2 dan ketinggian air 40 cm. Kualitas air dalam media pemeliharaan induk botia antara lain suhu dengan kisaran 26 – 30oC, pH 6,5 – 7,0 dan oksigen terlarut >5 ppm. Wadah ditutup atau dinaungi dengan bahan gelap dan pada dalan wadah diberi tempat persembunyian berupa genting dan paralon.
Jenis pakan induk ikan botia berupa cacing sutera (Tubifex sp) dan pelet dengan kadar protein >35% diperkaya dengan vitamin E 500 mg/kg pakan. Frekuensi pemberian 2 kali sehari dengan jumlah pemberian dengan metode adlibitum (sekenyang-kenyangnya).
 2. Pemijahan dan Penetasan telur ikan
Pemijahan induk ikan botia dilaksanakan pada musim hujan dengan terlebih dahulu dilakukan seleksi induk yang benar-benar siap untuk dipijahkan. Seleksi induk dilakukan dengan cara visual (diraba) dan pengurutan (stripping) ataupun dengan cara kanulasi (katerisasi).
Untuk merangsang ovulasi atau spermiasi pada induk matang gonad dilakukan dengan cara stimulasi hormon gonadotropin menggunakan hormon ovaprin. Dosis penyuntikan 1,0 ml/kg berat induk betina dengan frekuensi penyuntikan 2 kali dan 0,6 ml/kg berat induk jantan, frekuensi penyuntikan 1 kali bersamaan penyuntikan pertama induk betina.
Proses pemijahan dilakukan secara buatan yakni setelah 11 – 18 jam setelah penyuntikan kedua dengan teknik stripping perut  ikan ke arah genital hingga telur dan sperma keluar, selanjutnya dilakukan fertilisasi.  Telur akan menetas menjadi larva dalam jangka waktu 19 – 29 jam. Tempat penetasan berupa corong dari fiberglass yang diberi aerasi kuat sehingga memungkinkan telur tetap melayang di air.
3. Pemeliharaan larva
Larva pasca penetasan dipelihara dalam wadah akuarium atau fiberglass dan diberi pakan nauplii Artemia ukuran 0,1 – 0,15 mm. Larva yang sehat akan terlihat naik turun mengikuti aliran air.  Kualitas air yang harus diperhatikan antara lain suhu antara 26 – 29oC, Oksigen terlarut > 5 ppm, pH 6,0 – 7,0 dan CO2  sekitar 6,0ppm.
4. Pengendalian penyakit
Penyakit yang sering menyerang ikan botia adalah Ichthyopthirius multifilis ditandai adanya bintik putih pada seluruh bagian tubuh terutama penyerangan tubuh bagian luar ikan (kulit, sirip dan insang) dan akibatnya dapat menyebabkan kematian.
Tindakan pencegahan adalah dengan menjaga kualitas air antara 27 – 30oC dan pemberian imunostimulan vitamin C dosis 500 mg/kg ikan atau glukan dosis 400 mg/kg ikan yang dicampur pada pakan dengan lama pemberian 5 – 7 hari berturut-turut. Sedangkan tindakan pengobatan menggunakan Methilien blue 3 ppm melalui perendaman selama 24 jam.

DAMARWULAN DAN MINAK JINGGO

KONON disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Majapahit yang dipegang oleh Ratu Ayu Kencana Wungu (Suhita) terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh Minak Jinggo (Bhre Wirabumi??)(Jengho mengacau lewat banyuwangi pintu belakang untuk mengacau perhatian Majapahit menjaga pintu laut jawa sehingga sebagian besar pasukan jenggho tidak diketahui telah masuk dari semarang- ). Pokok persoalan pemberontakan tersebut adalah karena Minak Jinggo ingin memperistrikan Ratu Ayu Kencana Wungu tetapi ditolak karena wajah Minak Jinggo seperti raksasa.( Wajahnya Bulat seperti TEmpeh khas mongoloid ) Hampir saja Minak Jinggo memperoleh kemenangan karena ia sangat sakti sebab memiliki senjata yang disebut gada wesi kuning. Akhirnya Ratu Kencana Wungu membuka sayembara barangsiapa yang dapat mengalahkan Minak Jinggo akan memperoleh hadiah yang luar biasa. Tersebutlah seorang ksatria putra seorang pendeta bernama Raden Damarwulan yang memasuki arena sayembara.

Dalam peperangan dengan Minak Jinggo hampir saja Damarwulan dapat tersingkir( kerajaan karang asem dan kluingkung sampai sekarang dikuasai keturunan china/mongol bukti jenggho tak dapat masuk ke jawa dia bukan lah muslim tapi budhist bukti adalah tidak didirikannya mesjid tetapi kuil taou ). Akan tetapi atas bantuan dua orang selir Minak Jinggo yang bernama Dewi Waita dan Dewi Puyengan akhirnya Minak Jinggo dapat dikalahkan ( di blambangan saja ). Selanjutnya Dewi Waita dan Dewi Puyengan menjadi istri Damarwulan. Sebagai imbalan atas kemenangan itu maka Damarwulan akhirnya menjadi suami Ratu Ayu Kencana Wungu ( mempunyai putra yang dinamai raden paku/sayid ainul yaqin yang kelak menjadi raja di demak karena ibunya adalah ratu Majapahit/Blambangan dengan gelar Prabu Satmata )dan bersama-sama memerintah di Majapahit ( Blambangan ).

Cerita Damarwulan-Minak Jinggo ini rupa-rupanya sangat populer di Jawa Tengah terlebih-lebih di Jawa Timur (peperangan
antara walisongo dengan majapahit adalah dengan prabu brawijaya ke VII yang ketika itu majapahit sudah lemah karena negara mancanegarinya sudah dikalahkan Mongol diduga kemarahan CHINA adalah di serang nya SRIWIJAYA - Budhist oleh MAJAPAHIT- Hindhu dan pembalasan kekalahan Kubulaikhan ). Hingga sekarang kita masih dapat melihat peningggalan tersebut dalam bentuk makam kuno yang terletak di Desa Troloyo, Trowulan, Mojokerto. Di sana kita jumpai suatu kompleks makam yang oleh penduduk dianggap sebagai makam Ratu Ayu Kencana Wungu ( ratu Blambangan ditinggal oleh maulana ISkak karena mungkin Jenggho sudah masuk pasae/ Gresik..apakah beliau syahid di sana sehingga sunan Giri sejak kecil sudah piatu??? tinggal di kepatihan diangkat putra oleh Nyai Bin Patih/ Pinatih: Kampung kecil HaBaSA). Dewi Waita dan Dewi Puyengan serta beberapa orang pengikutnya. Makam tersebut menurut penelitian para ahli yang sebenarnya adalah makam-makam Islam yang awal . Dari angka tahunnya yang tertulis pada nisan-nisan menunjuk angka 1295 M - 1457 M.

Tidak jauh dari Troloyo, masih di Desa Trowulan juga kita jumpai sebuah candi yang oleh penduduk setempat dinamakan
candi Minak Jinggo. Melihat berbagai Hiasan serta peninggalan lain yang terdapat di sekitar candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi Minak Jinggo berasal dari zaman Majapahit

Mengapa selalu dengar radio