Gatotkaca versi Jawa
adalah manusia setengah raksasa, namun bukan raksasa hutan. Ibunya
adalah putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani. Tremboko tewas di
tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba. Arimba sendiri tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Suksesi kepemimpinan kelak diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.
Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti,
Brajalamadan, Brajawikalpa, dan Kalabendana. Brajadenta diangkat sebagai
patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina
datang menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi
miliknya, bukan milik Gatotkaca. Akibat hasutan tersebut, Brajadenta
memberontak untuk merebut takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja
dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca bertarung
menghadapi Brajadenta. Kedua raksasa tersebut tewas bersama. Roh mereka
menyusup masing-masing ke dalam kedua telapak tangan Gatotkaca, sehingga
menambah kesaktian keponakan mereka tersebut. Setelah peristiwa itu,
Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, dengan gelar Patih
Prabakiswa.
Kematian Gatotkaca terdapat dalam jilid ketujuh kitab Mahabharata yang berjudul Dronaparwa, pada bagian Ghattotkacabadhaparwa. Ia dikisahkan gugur dalam perang di Kurukshetra pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa. Mahabharata mengisahkan, sebagai seorang raksasa, Gatotkaca memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari. Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna,
pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena senja telah
tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa saat mereka dalam
perjalanan menuju perkemahan mereka. Pertempuran berlanjut; semakin
malam, kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Banyak prajurit Korawa
yang dibunuhnya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa rakshasa bernama Alambusa maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan
putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap
dan dibawa terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur
berantakan.
Duryodana, pemimpin Korawa merasa ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka Indrastra pemberian Dewa Indra yang bernama Vasavishakti (senjata Konta
menurut pewayangan Jawa) untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna
menolak karena pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan
dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Karena terus didesak, akhirnya
Karna melemparkan pusakanya ke arah Gatotkaca. Menyadari ajalnya sudah
dekat, Gatotkaca memikirkan cara untuk membunuh prajurit Korawa dalam
jumlah besar sekaligus sekali serang. Gatotkaca pun memperbesar ukuran
tubuhnya sampai ukuran maksimal dan kemudian roboh menimpa ribuan
prajurit Korawa setelah senjata pamungkas Karna menembus dadanya.
Pandawa sangat terpukul dengan gugurnya Gatotkaca. Dalam barisan
Pandawa, hanya Kresna
yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna
telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan
aman.