Minggu, 16 November 2014

SEJARAH DESA LAMBUR TANJUNG JABUNG TIMUR

Sejarah Desa Lambur Kec.Muara Sabak Timur


Sejarah Desa Lambur
Konon pada tahun 1954 sebuah perahu lambo (perahu kayu) terdampar dikuala sungai kemudian daerah ini diberi nama Lamboro oleh seorang petuah kampung bernama H.Podang yang waktu itu masih berdomisili di Kampung Laut. Lamboro yang kemudian lebih dikenal dengan nama Lambur mengandung pengertian melimpah, sangat banyak, melambung tinggi. Daerah ini menurut orang yang pertama kali menggali anak sungai (parit 1) H.Juma (Alm) mengatakan di Lambur tempat gudang rejeki, daerah makmur, subur dan kaya akan sumber daya alam sehingga dikatakan dalam sebuah kata berbunyi : Dikepalamu ada beras dikakimu ada ikan semboyan inilah yang terus dipertahankan masyarakat Lambur sampai saat ini sehingga desa ini memang dikenal daerah lumbung padi dan hasil laut yang cukup diandalkan sebagai mata pencaharian untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat

Desa Lambur pada tahun 1956 telah disahkan menjadi sebuah desa defenitif yang dinahkodai oleh seorang mangku bernama Abdul Rasyid dari kepemimpinan Abdul Rasyid dilanjutkan dengan mangku yang lain seperti : Muhammad Amin, Zainal CH dan Ngatta Mamma. Selanjutnya pada tahun 1972 Desa Lambur sudah dipimpin oleh seorang Kepala Desa bernama Harun Thaib yang diangkat/penetapan dari seorang polisi aktif dengan masa tugas sampai tahun 1989 setelah berjalan kepemimpinan beliau selama 17 tahun. Pada tahun 1989 sedang digemborkan pemilihan lansung kepala desa maka LMD (Lemabaga Masyarakat Desa) membentuk Panitia PILKADES untuk melaksanakan penyaringan dan pencalonan kepala Desa dari hasil penyaringan yang dilakukan oleh panitia maka didapatkan 3 (tiga) orang yang akan ikut bertarung diantaranya : (1) H.Rajab, (2) Ngatta Mamma dan (3) Harun Thaib dari ketiga pasang calon kepala desa yang mendapat suara terbanyak adalah Harun Thaib untuk priode 1989-1998.
Namun 2 (dua) tahun menjelang masa jabatan Harun Thaib habis, kerena faktor usia dan kesehatan tidak memungkingkan lagi untuk melanjutkan pemerintahan maka ditunjuklah M.Syargawi amin yang pada waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Desa untuk melanjutkan pemerintahan sampai diadakan pemilihan Kepala Desa berikutnya. 
Pada tahun 1998 maka diadakanlah Pemilihan Kepala Desa yang kedua kalinya yang diikuti  2 (dua) orang calon yang ikut bertarung untuk merebut posisi orang nomor satu di Desa Lambur yakni M.Syargawi Amin dan Andi Panna.
Dari pertarungan ini yang mendapat nasib baik dan dukungan dan suara terbanyak dari masyarakat adalah M.Syargawi Amin, dengan masa jabatan selama 8 (delapan) tahun, setahun setelah terpilihnya M.Syargawi Amin tepatnya pada tahun 1999 seiring dengan Otonomi Daerah maka wilayah Tanjung Jabung dimekarkan menjadi 2 wilayah yakni Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur, sementara jabatan M.Syargawi Amin selaku Kepala Desa Lambur masih terus dijabat sampai tahun 2006.
Seiring dengan otonomi daerah tersebut, Tepatnya pada tahun 2004 Pemerintah Kabupaten Tanjung jabung Timur memekarkan Desa Lambur menjadi 2 (dua) Desa yakni Desa Lambur dan Desa Kota Harapan. Dengan dimekarkannya Desa Lambur menjadi 2 (dua) Desa maka secara geografis dan luas daerah secara otomatis berubah, maka sistem aparatur desapun kembali dibenali. Dan pada tahun 2007 kembali masyarakat Lambur melaksanakan pesta demokrasi untuk pemilihan Kepala Desa Berikutnya. Karena jiwa kepemimpinan dan kepeduliannya terhadap pembangunan Desa Lambur, maka masyarakat kembali memilih M.Syargawi Amin sebagai Kepala Desa Lambur dengan masa jabatan enam tahun ( 2007-2013) dari  pesaingnya adalah H.Budi Amin.
Melihat dari awal berdirinya Desa Lambur pada tahun 1956 yang secara administrasi masih satu wilayah dengan Kampung Laut yang dipimpin oleh seorang Mangku karena jarak antara Lambur dengan Kampung Laut cukup jauh sehingga pemerintahan tidak berjalan dengan baik dan efektif. Pada tahun 1971 Desa Lambur berpisah dari wilayah Kampung Laut dan telah memiliki Kepala Desa sendiri dengan maksud dan tujuan agar pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan berjalan dengan baik. Sejalan dengan itu dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan masyarakat maka pada tahun 1970 Datuk Harun Taib bersama perangkatnya dan masyarakat membangun Kantor Desa sendiri secara swadaya dan alhamdullillah sampai sekarang kantor tersebut masih berdiri kokoh.

Penduduk desa pertama kali adalah para pendatang dari Sulawesi (Suku Bugis) sekitar tahun 1960an, tepatnya di muara Sungai Sepucuk Nipah. Kelompok pendatang ini kemudian mendirikan pemukiman di sekitar sungai dan beberapa saat kemudian diikuti dengan kelompok keluarga lain, baik yang langsung dari Pulau Sulawesi maupun orang-orang Bugis yang telah berdomisili di Nipah Panjang, Muara Sabak, Kota Jambi dan lainnya, serta suku lain terutama suku Jawa, Cina, Kerinci, Batak, Melayu Jambi, dan lainnya.
Maksud kedatangan penduduk ke desa ini pertama kali adalah sebagai nelayan yang memerlukan lokasi tempat berlabuh bagi perahu dayung yang mereka gunakan sebagai sarana menangkap ikan. Pada saat menetap inilah dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga akan beras, kemudian mereka mulai mengolah lahan untuk tanaman pangan (padi) dan selanjutnya menanam kelapa yang ternyata hasilnya cukup baik dan berkembang sampai saat sekarang. Perkembangan penduduk desa mengalami arus turun naik dari periode ke periode seperti pada akhir tahun 1970an dan awal 1980an jumlah penduduk datang cukup banyak, tetapi mulai tahun 1990an jumlah pendatang semakin sedikit dan bahkan sebagian kembali ke Sulawesi. Penduduk yang meninggalkan desa sampai saat masih memiliki lahan dan tidak diolah sehingga menjadi semak dan belukar terutama pada parit 7. Pada lokasi ini masih ditemukan bekas lahan persawahan yang sudah ditumbuhi semak dan belukar.

Sesuai perkembangan sistem administrasi pemerintahan di Indonesia, sebutan desa sewaktu berdiri adalah kampung (termasuk ke dalam Marga Nipah) yang dikepalai oleh seseorang yang disebut dengan Kepala Kampung atau lebih popular disebut dengan panggilan datuk. Setelah diberlakukan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintah desa, maka pada tahun 1980 sebutan kampung berubah menjadi desa yang dikepalai oleh seseorang yang disebut dengan Kepala Desa sampai sekarang masih tetap populer dengan sebutan datuk oleh masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa selalu dengar radio