JAMBI - Perceraian di kabupaten Muaro Jambi
mengalami peningkatan, hampir sekitar 20 persen. Kebanyakan pasangan
suami istri memutuskan untuk berpisah dilatar belakangi masalah ekonomi.
Seperti yang disampaikan Afit Farid, pejabat humas Pengadilan Agama Sengeti (13/3), tahun 2018 hingga pertengahan Maret ini yang mengajukan perkara perceraian sekitar 150 orang. “Trend nya memang terjadi peningkatan kasus perceraian di Muaro Jambi begitu juga ditingkat provinsi Jambi”, jelasnya.
Seperti, jika dilihat kasus perceraian di tahun 2017,terhitung sekitar 600 perkara perceraian yang belum putus sekitar 60 perkara, maka terjadi peningkatan jika dibandingkan tahun 2016 yang hanya sekitar 500 perkara.
Kata Afit, ini terjadi peningkatan sekitar 20 persen. Dan memang selama ini grafiknya meningkat terus belum pernah terjadi penurunan. Apalagi biasanya di bulan September hingga Nopember sangat banyak.
Lanjut Afit, perceraian itu ada dua, untuk perempuan yang mengajukan namanya cerai gugat sedang jika laki laki yang mengajukan namanya cerai talak, di PA Sengeti ini perbandingannya 10:1 jadi banyak yang mengajukan cerai gugat.
Yang melatarbelakangi proses perceraian mereka kebanyakan faktor ekonomi, namun ada embel-embel, karena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), perselisihan, Narkoba dan Judi.
“Aku sering lihat Bong (alat penghisap sabu), kata Afit menirukan salah satu pengugat saat ditanya majelis hakim.
Rata rata yang mengajukan gugatan perceraian, warga masyarakat kelas menengah kebawah, petani sawit atau petani karet, ditinjau dari pendidikan pun kebanyakan mereka hanya lulusan SD dan SMP.
Faktor ekonomi ini misalnya harga sawit turun, tidak panen, buruh sulit mencari pekerjaan, juga pengaruh suami sering KDRT, bahakan suami sering mabuk, Judi dan yang lebih mengerikan banyak juga terungkap karena suami sebagai pengguna narkoba.
Jika dilihat dari Fakta, dokumen pengajuan, ada beberapa kecamatan yang mendominasi seperti kecamatan Sungai Gelam, Mestong, Bahar.
Ada program PA untuk menjembatani penyelesaian perkara, yaitu dengan Sidang Keliling yang digelar setiap Rabu. Untuk Rabu besok diagendakan di Mestong, bertempat di Kelurahan Suka Damai.
Motivasinya membantu mereka agar tidak jauh dari pengadilan. Karena memang jarak tempuh yang cukup jauh. Dan Sidang keliling ini tidak kemudian menjadi penyebab meningkatnya perceraian, tegasnya.
Upaya internal agar mereka bisa rujuk selalu dilakukan, karena amanat peraturan MA (Mahkamah agung), harus mediasi maksimal 30 hari, saat persidangan. Eksternalnya, Kita sering mengikuti acara Pemda 2017 ada penyuluhan hukum, bersama dukcapil, PA, Kepolisian, disana kita masuk menjelaskan proses perceraian.
“Ada tua-tua yang bisa diandalkan untuk menyelesaikan perkara rumah tangga, jadi 1001 cara harus dilakukan baru ke PA”,
Menilik masyarakat disini seharusnya orang paham agama dan semakin kuat, bahwa perceraian itu tidak baik, tetapi kelihatannya ini dipengaruhi tingkat pendidikan dan ada juga gara gara suami minta Polygami.
Seperti yang disampaikan Afit Farid, pejabat humas Pengadilan Agama Sengeti (13/3), tahun 2018 hingga pertengahan Maret ini yang mengajukan perkara perceraian sekitar 150 orang. “Trend nya memang terjadi peningkatan kasus perceraian di Muaro Jambi begitu juga ditingkat provinsi Jambi”, jelasnya.
Seperti, jika dilihat kasus perceraian di tahun 2017,terhitung sekitar 600 perkara perceraian yang belum putus sekitar 60 perkara, maka terjadi peningkatan jika dibandingkan tahun 2016 yang hanya sekitar 500 perkara.
Kata Afit, ini terjadi peningkatan sekitar 20 persen. Dan memang selama ini grafiknya meningkat terus belum pernah terjadi penurunan. Apalagi biasanya di bulan September hingga Nopember sangat banyak.
Lanjut Afit, perceraian itu ada dua, untuk perempuan yang mengajukan namanya cerai gugat sedang jika laki laki yang mengajukan namanya cerai talak, di PA Sengeti ini perbandingannya 10:1 jadi banyak yang mengajukan cerai gugat.
Yang melatarbelakangi proses perceraian mereka kebanyakan faktor ekonomi, namun ada embel-embel, karena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), perselisihan, Narkoba dan Judi.
“Aku sering lihat Bong (alat penghisap sabu), kata Afit menirukan salah satu pengugat saat ditanya majelis hakim.
Rata rata yang mengajukan gugatan perceraian, warga masyarakat kelas menengah kebawah, petani sawit atau petani karet, ditinjau dari pendidikan pun kebanyakan mereka hanya lulusan SD dan SMP.
Faktor ekonomi ini misalnya harga sawit turun, tidak panen, buruh sulit mencari pekerjaan, juga pengaruh suami sering KDRT, bahakan suami sering mabuk, Judi dan yang lebih mengerikan banyak juga terungkap karena suami sebagai pengguna narkoba.
Jika dilihat dari Fakta, dokumen pengajuan, ada beberapa kecamatan yang mendominasi seperti kecamatan Sungai Gelam, Mestong, Bahar.
Ada program PA untuk menjembatani penyelesaian perkara, yaitu dengan Sidang Keliling yang digelar setiap Rabu. Untuk Rabu besok diagendakan di Mestong, bertempat di Kelurahan Suka Damai.
Motivasinya membantu mereka agar tidak jauh dari pengadilan. Karena memang jarak tempuh yang cukup jauh. Dan Sidang keliling ini tidak kemudian menjadi penyebab meningkatnya perceraian, tegasnya.
Upaya internal agar mereka bisa rujuk selalu dilakukan, karena amanat peraturan MA (Mahkamah agung), harus mediasi maksimal 30 hari, saat persidangan. Eksternalnya, Kita sering mengikuti acara Pemda 2017 ada penyuluhan hukum, bersama dukcapil, PA, Kepolisian, disana kita masuk menjelaskan proses perceraian.
“Ada tua-tua yang bisa diandalkan untuk menyelesaikan perkara rumah tangga, jadi 1001 cara harus dilakukan baru ke PA”,
Menilik masyarakat disini seharusnya orang paham agama dan semakin kuat, bahwa perceraian itu tidak baik, tetapi kelihatannya ini dipengaruhi tingkat pendidikan dan ada juga gara gara suami minta Polygami.
Penulis
Editor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar