PENGEMBANGBIAKAN IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus Bleeker) SECARA BUATAN (Induced breeding)
Ikan botia ( Chromobotia macracanthus
) merupakan ikan alam asli Indonesia yang berasal dari Sungai Barito,
Kalimantan Selatan dan Sungai Batanghari, Jambi, memiliki bentuk tubuh
yang indah dengan punggung agak membungkuk sehingga tampak seperti
pesawat tempur, warna tubuh kuning cerah dengan 3 (tiga) garis lebar
atau hitam lebar. Ikan botia menjadi primadona ekspor ikan hias sampai
saat ini. Harga satu ekor ikan dengan ukuran 5 cm mencapai 13 euro (183
ribu) di pasaran Eropa. Tetapi di Indonesia sendiri, ikan itu dijual ke
petani dengan harga sekitar Rp. 6.000 – 10.000/ekor.
Di habitat aslinya, ikan botia hidup pada air mengalir di
sungai-sungai. Oleh karena itu, disarankan agar dilengkapi dengan arus
buatan untuk pemeliharaan dalam akuarium. Botia toleran terhadap selang
parameter air yang luas. Sedangkan di habitatnya mereka hidup pada
selang pH 6 – 7,5, kesadahan 8 – 12 dH dan suhu 24 – 26 °C.
Ketersediaan benih ikan botia masih mengandalkan hasil tangkapan dari
alam. Hasil tangkapan setiap tahunnya berfluktuasi, tergantung pada
musim dan cenderung menurun. Hal ini karena botia belum dapat
ditangkarkan dan produksinya masih mengandalkan tangkapan dari alam.
Adapun domestikasi ikan ini dalam penerapan teknologi masih skala
laboratorium. Oleh karena itu diperlukan teknologi pembenihan yang
dapat langsung diterapkan di lapangan sebagai upaya perlindungan dan
pengelolaan plasma nutfah ikan asli Indonesia serta memenuhi permintaan
konsumen ikan hias.
Pengembangbiakan ikan dengan cara buatan umumnya telah berkembang
pada ikan-ikan konsumsi sementara pada ikan-ikan hias yang ukurannya
lebih kecil masih minim diaplikasikan. Pengembangan usaha
pengembangbiakan ikan botia secara buatan (induced breeding)
dapat diterapkan guna menyediakan benih-benih ikan hasil budidaya.
Keberhasilan ini, selain mendatangkan keuntungan ekonomi, secara tidak
langsung juga dapat mengurangi penangkapan ikan botia di alam. Teknologi
pembenihan dan pemeliharaan ikan botia perlu dikuasai dan
disosialisasikan kepada masyarakat luas agar semakin banyak pihak yang
terlibat dalam pengembangbiakan ikan ini.
1. Pematangan gonad induk ikan
Dalam penentuan standar induk ikan hias botia yang siap memijah
digunakan berdasarkan ukuran panjang dan berat induk ikan matang gonad.
Induk betina ikan botia minimal telah mencapai matang gonad pada ukuran
16 cm atau berat mencapai 100 gram dan induk jantan mencapai ukuran 14
cm atau berat mencapai 40 gram.
Pemeliharaan induk botia dilakukan pada wadah akuarium atau fiberglas dengan kepadatan 6 – 8 ekor /m2 dan ketinggian air 40 cm. Kualitas air dalam media pemeliharaan induk botia antara lain suhu dengan kisaran 26 – 30oC,
pH 6,5 – 7,0 dan oksigen terlarut >5 ppm. Wadah ditutup atau
dinaungi dengan bahan gelap dan pada dalan wadah diberi tempat
persembunyian berupa genting dan paralon.
Jenis pakan induk ikan botia berupa cacing sutera (Tubifex sp)
dan pelet dengan kadar protein >35% diperkaya dengan vitamin E 500
mg/kg pakan. Frekuensi pemberian 2 kali sehari dengan jumlah pemberian
dengan metode adlibitum (sekenyang-kenyangnya).
2. Pemijahan dan Penetasan telur ikan
Pemijahan induk ikan botia dilaksanakan pada musim hujan dengan
terlebih dahulu dilakukan seleksi induk yang benar-benar siap untuk
dipijahkan. Seleksi induk dilakukan dengan cara visual (diraba) dan
pengurutan (stripping) ataupun dengan cara kanulasi (katerisasi).
Untuk merangsang ovulasi atau spermiasi pada induk matang gonad
dilakukan dengan cara stimulasi hormon gonadotropin menggunakan hormon
ovaprin. Dosis penyuntikan 1,0 ml/kg berat induk betina dengan frekuensi
penyuntikan 2 kali dan 0,6 ml/kg berat induk jantan, frekuensi
penyuntikan 1 kali bersamaan penyuntikan pertama induk betina.
Proses pemijahan dilakukan secara buatan yakni setelah 11 – 18 jam setelah penyuntikan kedua dengan teknik stripping
perut ikan ke arah genital hingga telur dan sperma keluar, selanjutnya
dilakukan fertilisasi. Telur akan menetas menjadi larva dalam jangka
waktu 19 – 29 jam. Tempat penetasan berupa corong dari fiberglass yang
diberi aerasi kuat sehingga memungkinkan telur tetap melayang di air.
3. Pemeliharaan larva
Larva pasca penetasan dipelihara dalam wadah akuarium atau fiberglass dan diberi pakan nauplii Artemia
ukuran 0,1 – 0,15 mm. Larva yang sehat akan terlihat naik turun
mengikuti aliran air. Kualitas air yang harus diperhatikan antara lain
suhu antara 26 – 29oC, Oksigen terlarut > 5 ppm, pH 6,0 – 7,0 dan
CO2 sekitar 6,0ppm.
4. Pengendalian penyakit
Penyakit yang sering menyerang ikan botia adalah Ichthyopthirius multifilis ditandai
adanya bintik putih pada seluruh bagian tubuh terutama penyerangan
tubuh bagian luar ikan (kulit, sirip dan insang) dan akibatnya dapat
menyebabkan kematian.
Tindakan pencegahan adalah dengan menjaga kualitas air antara 27 –
30oC dan pemberian imunostimulan vitamin C dosis 500 mg/kg ikan atau
glukan dosis 400 mg/kg ikan yang dicampur pada pakan dengan lama
pemberian 5 – 7 hari berturut-turut. Sedangkan tindakan pengobatan
menggunakan Methilien blue 3 ppm melalui perendaman selama 24 jam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar