Minggu, 07 Desember 2014

IKAN BOTIA

PENGEMBANGBIAKAN IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus Bleeker) SECARA BUATAN (Induced breeding)

Ikan botia ( Chromobotia macracanthus ) merupakan ikan alam asli Indonesia yang berasal dari Sungai Barito, Kalimantan Selatan dan Sungai Batanghari, Jambi, memiliki bentuk tubuh yang indah dengan punggung agak membungkuk sehingga tampak seperti pesawat tempur, warna tubuh kuning cerah dengan 3 (tiga) garis lebar atau hitam lebar.  Ikan botia menjadi primadona ekspor ikan hias sampai saat ini. Harga satu ekor ikan dengan ukuran 5 cm mencapai 13 euro (183 ribu) di pasaran Eropa.  Tetapi di Indonesia sendiri, ikan itu dijual ke petani dengan harga sekitar Rp. 6.000 – 10.000/ekor.
Di habitat aslinya, ikan botia hidup  pada air mengalir di sungai-sungai.  Oleh karena itu, disarankan agar dilengkapi dengan arus buatan untuk pemeliharaan dalam akuarium.  Botia toleran terhadap selang parameter air yang luas. Sedangkan di habitatnya mereka hidup pada selang pH 6 – 7,5, kesadahan 8 – 12 dH dan suhu 24 – 26 °C. 
Ketersediaan benih ikan botia masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Hasil tangkapan setiap tahunnya berfluktuasi, tergantung pada musim dan cenderung menurun.  Hal ini karena botia belum dapat ditangkarkan dan produksinya masih mengandalkan tangkapan dari alam. Adapun domestikasi ikan ini dalam penerapan teknologi masih skala laboratorium.  Oleh karena itu diperlukan teknologi pembenihan yang dapat langsung diterapkan di lapangan sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan plasma nutfah ikan asli Indonesia serta memenuhi permintaan konsumen ikan hias.
Pengembangbiakan ikan dengan cara buatan umumnya telah berkembang pada ikan-ikan konsumsi sementara pada ikan-ikan hias yang ukurannya lebih kecil masih minim diaplikasikan. Pengembangan usaha pengembangbiakan ikan botia secara buatan (induced breeding) dapat diterapkan guna menyediakan benih-benih ikan hasil budidaya.  Keberhasilan ini, selain mendatangkan keuntungan ekonomi, secara tidak langsung juga dapat mengurangi penangkapan ikan botia di alam. Teknologi pembenihan dan pemeliharaan ikan botia perlu dikuasai dan disosialisasikan kepada masyarakat luas agar semakin banyak pihak yang terlibat dalam pengembangbiakan ikan ini.
1. Pematangan gonad induk ikan
Dalam penentuan standar induk ikan hias botia yang siap memijah digunakan berdasarkan ukuran panjang dan berat induk ikan matang gonad. Induk betina ikan botia  minimal telah mencapai matang gonad pada ukuran 16 cm atau berat mencapai 100 gram dan induk jantan mencapai ukuran 14 cm atau berat mencapai 40 gram.
Pemeliharaan induk botia dilakukan pada wadah akuarium atau fiberglas dengan kepadatan 6 – 8 ekor /m2 dan ketinggian air 40 cm. Kualitas air dalam media pemeliharaan induk botia antara lain suhu dengan kisaran 26 – 30oC, pH 6,5 – 7,0 dan oksigen terlarut >5 ppm. Wadah ditutup atau dinaungi dengan bahan gelap dan pada dalan wadah diberi tempat persembunyian berupa genting dan paralon.
Jenis pakan induk ikan botia berupa cacing sutera (Tubifex sp) dan pelet dengan kadar protein >35% diperkaya dengan vitamin E 500 mg/kg pakan. Frekuensi pemberian 2 kali sehari dengan jumlah pemberian dengan metode adlibitum (sekenyang-kenyangnya).
 2. Pemijahan dan Penetasan telur ikan
Pemijahan induk ikan botia dilaksanakan pada musim hujan dengan terlebih dahulu dilakukan seleksi induk yang benar-benar siap untuk dipijahkan. Seleksi induk dilakukan dengan cara visual (diraba) dan pengurutan (stripping) ataupun dengan cara kanulasi (katerisasi).
Untuk merangsang ovulasi atau spermiasi pada induk matang gonad dilakukan dengan cara stimulasi hormon gonadotropin menggunakan hormon ovaprin. Dosis penyuntikan 1,0 ml/kg berat induk betina dengan frekuensi penyuntikan 2 kali dan 0,6 ml/kg berat induk jantan, frekuensi penyuntikan 1 kali bersamaan penyuntikan pertama induk betina.
Proses pemijahan dilakukan secara buatan yakni setelah 11 – 18 jam setelah penyuntikan kedua dengan teknik stripping perut  ikan ke arah genital hingga telur dan sperma keluar, selanjutnya dilakukan fertilisasi.  Telur akan menetas menjadi larva dalam jangka waktu 19 – 29 jam. Tempat penetasan berupa corong dari fiberglass yang diberi aerasi kuat sehingga memungkinkan telur tetap melayang di air.
3. Pemeliharaan larva
Larva pasca penetasan dipelihara dalam wadah akuarium atau fiberglass dan diberi pakan nauplii Artemia ukuran 0,1 – 0,15 mm. Larva yang sehat akan terlihat naik turun mengikuti aliran air.  Kualitas air yang harus diperhatikan antara lain suhu antara 26 – 29oC, Oksigen terlarut > 5 ppm, pH 6,0 – 7,0 dan CO2  sekitar 6,0ppm.
4. Pengendalian penyakit
Penyakit yang sering menyerang ikan botia adalah Ichthyopthirius multifilis ditandai adanya bintik putih pada seluruh bagian tubuh terutama penyerangan tubuh bagian luar ikan (kulit, sirip dan insang) dan akibatnya dapat menyebabkan kematian.
Tindakan pencegahan adalah dengan menjaga kualitas air antara 27 – 30oC dan pemberian imunostimulan vitamin C dosis 500 mg/kg ikan atau glukan dosis 400 mg/kg ikan yang dicampur pada pakan dengan lama pemberian 5 – 7 hari berturut-turut. Sedangkan tindakan pengobatan menggunakan Methilien blue 3 ppm melalui perendaman selama 24 jam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa selalu dengar radio